Tidak
merusak harta
Agama islam mengajarakan kepada
kita supaya harta itu bermanfaat bagi diri sendiri dan juga bermanfaat bagi
orang lain. Harus dibelanjakan dijalan yang diridlai oleh Allah S.W.T. juga
jangan digunakan bila tidak bermanfaat.
Pinjaman atau ‘ariyah ialah
memberikan suatu benda kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak
meminta bayaran, dengan syarat bahwa benda yang dipinjam itu segera dikembaikan
menurut ketentuan dan janjinya, dalam keadaan utuh seperti sebelum dipinjam.
Meminjamkan suatu benda kepada
orang lain itu sunnah hukumnya, karena yang demikian berarti memberi
pertolongan kepada orang lain yang membutuhkannya, dan tentunya akan
mendapatkan pahala dari Allah S.W.T. bila disertai hati yang ikhlas.
Adakalanya meminjami itu
hukumnya haram, seperti meminjami uang untuk berjudi. Nabi Muhammad S.A.W.
sendiri pernah pinjam baju besi dalam perang Hunain, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Rasulullah S.A.W. bersabda :
-
Artinya :”Allah akan menolong hamba-Nya, selama hamba itu mau menolong
kepada temannya (sesamanya)”. (H.R. Muslim).
Kewajiban orang yang meminjam
ialah mengembalikan dalam keadaan utuh. Apabila merusakkannya atau
menghilangkannya, dia wajib menggantinya, dan meminta relanya serta meminta
maaf kepada orang yang meminjami tersebut.
Rukun ‘ariyah yaitu:
- Orang yang
meminjamkan
- Yang meminjam
- Benda yang
dipinjamkan
- Perjanjian
2.
Sewa
Menyewa
Menyewakan atau ijarah ialah
menyerahkan sesuatu kepada orang lain, untuk diambil manfaatnya dengan syarat
memberi imbalan sebagai ganti manfaat yang telah diperoleh. Menyewakan itu
mengenai benda kasar, maupun benda halus yakni berupa tenaga atau jasa,
kedua-duanya diperbolehkan oleh syara’.
Misalnya saja menyewa rumah
untuk ditinggali, menyewakan kebun, alat rumah tangga, dan lain sebagainya,
dengan pembayaran yang telah ditentukan. Begitu juga menjadi pegawai yang
menjadi tukang mengambilkan air. Termasuk pula menyusui anak orang lain dengan
mendapat bayaran. Semuanya itu dperbolehkan.
Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya :”Dan apabila kamu menghendaki menyusukan anakmu kepada orang
lain, maka tidak berdosa bagimu, apabila kamu memberikan sesuatu kepada mereka
sebagai upahnya dengan cara yang baik”. (Q.S. Al baqarah : 233).
Rukun ijarah yaitu :
- Yang menyewakan
- Yang menyewa
- Manfaat yang diambil
- Upah (pembayaran)
Hendaklah manfaat itu
ditentukan, begitu juga soal pembayarannya, sebagai ganti manfaat yang telah
diambil itu harus ditentukan pula serta dipenuhi. Perlu dipahami bahwa sewa
menyewa yang ditujukan ke perbuatan maksiat maka hukumnya haram dan berdosa
besar.
3.
Harju
Harju atau Al Harju ialah
larangan membelanjakan harta. Larangan ini dilakukan oleh wali atau hakim,
terhadap orang tertentu, karena adanya sebab yang mengharuskan demi
kemaslahatan dan kebaikan. Maksudnya, apabila dipandang perlu maka wali atau
hakim berhak melarang membelanjakan harta terhadap orang-orang tertentu.
Larangan ini ditujukan kepada
enam golongan, yakni :
- Anak kecil (yang
belum baligh), apabila dikhawatirkan tertipu dan lain sebagainya.
- Orang gila. Karena
orang gila sehingga kalau dilarang membelanjakan hartanya itu,
dikhawatirkan segera habis dan sebagainya.
- Pemboros atau safih.
Pemboros yang luar biasa, sehingga tidak dapat memegang harta dan tidak
mengenal hitung yang akan mengakibatkan kemubadziran harta, karena akan
jatuh miskin maka diadakan larangan itu.
- Orang yang terlalu
banyak hutang, karena dikhawatirkan tidak akan membeyar hutangnya.
- Hamba sahaya. Tidak
boleh membelanjakan harta tuannya kecuali dengan seizinnya.
- Orang yang sakit
parah. Tidak boleh membelanjakan hartanya untuk kepentingan wasiat maupun
lainnya lebih dari sepertiga hartanya. Karena dikhawatirkan akan habis
hartanya sehingga tidak ada yang ditinggali warisannya.
Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Yang artinya :”Dan janganlah kamu memberikan orang-orang safih
(pemboros) harta yang telah dijadikan oleh Allah sebagai penghidupan yang
pokok, dan berilah mereka rizki dan berilah mereka pakaian dan berkatalah
terhadap mereka dengan perkataan yang baik”. (Q.S. An Nisaa’ : 5).
4.
Petaruh
(Wadi’ah)
Petaruh atau wadi’ah ialah
menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dititipkan, untuk dapat dipelihara
dengan sebaik-baiknya. Menitipkan itu diperbolehkan menurut syara’, sedangkan
orang yang dititpi yang dapat memelihara titipan itu dengan sebaik-baiknya
termasuk mendapat pahala karena termasuk menolong terhadap sesame yang hukumnya
sunnah.
Orang yang dititipi tersebut, tidak wajib mengganti
apabila ada kerusakan pada benda yang dititipkan, kecuali apabila dia sendiri
yang merusakkannya, dia dibolehkan memakai barang tersebut dengan seizi yang
menitipkan.
Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya :”Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar kamu
mendatangkan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (Q.S. An Nisaa’ : 58).
Rasulullah bersabda :
-
Artinya :”Barang saiapa yang dititipi suatu titipan maka tidak wajib
baginya mengganti”. (H.R. Ibnu Maajah).
Rukun wadi’ah yaitu :
- Barang yang
dititipkan
- Orang yang
menitipkannya
- Yang menerima
titipan
- Perjanjian
5.
Riba
Riba menurut lughat artinya
bertambah, riba yang lazim menurut istilah syara’ ialah tukar menukar suatu
benda dengan benda lain disertai aqad antara dua orang, tidak diketahui sama
atau tidaknya, yang berarti ada tambahan yang tidak diperboelhkan oleh syara’,
meskipun penerimaan tambahan tersebut tidak seketika. Riba itu termasuk sesuatu
yang dilarang dan haram hukumnya.
Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya :”Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(Q.S. Al Baqarah : 275).
Disebutkan dalam hadits dari
Jabir ia berkata :
-
Yang artinya :”Rasulullah S.A.W. melaknati orang yang makan harta
riba, yang menyerahkannya, dua orang yang menulisinya dan dua orang saksinya,
dan beliau bersabda : mereka itu keadaannya sama saja”. (H.R. Muslim).
Berdasarkan Hadits diatas,
jelaslah bahwa meribakan itu termasuk dosa besar, terbukti bahwa dosanya tidak
hanya khusus bagi orang yang meribakan itu sendiri, melainkan menjalar kepada
semua orang yang termasuk di dalamnya.
Riba itu ada beberapa macam :
a. Riba fadl-lin. Ialah
apabila tukar menukar itu sama jenisnya, misalnya emas dengan emas, perak
dengan perak maka keduanya harus sama timbangannya, bila berlebih salah
satunya, maka itu disebut riba fadl-lin.
b. Riba nasi-ah. Ialah
apabila tukar menukar itu dengan mengakhirkan pembayarannya dan diisyaratkan
memberi tambahan, maka tambahan itu disebut riba nasiah. Misalnya membeli
kacang satu kwintal dalam musim hujan, kemudian akan dibayarnya pada musim
panas dengan satu setengah kwintal.
c. Riba qardlin. Ialah
riba yang ada hubungannya dengan hutang, sehingga dalam pembayarannya itu
disyaratkan dengan tambahan, maka tambahan itu dinamakan riba qardlin.
6.
Mubadzir
dan Israf
Mubadzir
Memubadzirkan harta atau At Tabdzir ialah membuang-buang harta demi kepentingan
yang tidak berguna dan pemborosan yang luar biasa adalah dilarang dan haram
hukumnya dalam pandangan agama Islam. Sebab yang demikian itu berarti telah
menjatuhkan diri dalam kerusakan dan kesengsaraan.
Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Yang
artinya :”Dan janganlah kamu memubadzirkan harta dengan sungguh-sungguh
mubadzir, sesungguhnya orang-orang yang memubadzirkan harta adalah saudara
syaitan, sedangkan syaitan itu kufur terhadap Tuhannya”. (Q.S. Al Israa’ : 27).
Israf
Israf atau Al Israf ialah melampaui batas dalam hal apa saja, dan
berlebih-lebihan. Israf juga termasul hal yang dilarang dalam agama Islam,
sebab yang demikian itu akan menjatuhkan diri kedalam kebinasaan dan kerusakan.
Berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam hal apa saja baik dalam hal
makan, minum dan sebagainya, adalah tercela dalam pandangan agama Islam.
Disebutkan dalam Al Qur’an :
-
Artinya
:”Dan makanlah kamu dan minumlah kamu dan janganlah kamu melampaui batas,
sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang-orang yang melampaui batas”. (Q.S.
Al A’raaf : 31).
7.
Jaminan
Jaminan (boreg) atau Ar Rahmu ialah menyerahkan barang yang berharga
kepada orang lain, sebagai jaminan (tanggungan) atas hutang yang diperoleh dari
padanya, dan barang tadi akan diambil setelah membayar hutangnya tersebut.
Tanggungan atau jaminan (boreg) itu diadakan bila satu sama lain tidak
saling mempercayai. Jadi barang tadi diberikan hanya sebagai tanggungan saja,
untuk menguatkan atas hutangnya.
Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya
:”Dan jika kamu dalam keadaan bepergian sedangkan tidak ada yang menulisi
hutang, maka hendaklah kamu menyerahkan tanggungan yang dipegang (orang yang
memberi hutang)”. (Q.S. Al Baqarah : 283).
Dalam Hadits riwayat Anas disebutkan :
-
Yang
artinya :”Sesungguhnya Nabi S.A.W. menyerahkan baju besi untuk tanggungan atas
pinjamannya sebanyak tigapuluh sha’ gandum kepada seorang yahudi yang bernama
Abu Syahmin”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari Hadits tersebut, kita dapat mengambil inti sari, bahwa dalam soal
muamalat, tidak ada halangannya saat kita jual beli, pinjam-meminjam dan lain
sebagainya dengan siapa saja, walaupun dengan orang yang berlainan agama atau
seorang yahudi sebagaimana disebutkan dalam Hadits.
Dalam soal jaminan atau tanggungan itu harus ada :
a.
Ijab dan qabul diantara kedua belah pihak
b.
Yang menyerahkan tanggungan
c.
Yang menerima tanggungan
d.
Benda yang ditanggungkan
e.
Hutang yang ditentukan
Jika saudara ingin mengunduh filenya secara lengkap, bisa diunduh di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar