Selasa, 23 April 2013

Tidak merusak harta


Tidak merusak harta

Agama islam mengajarakan kepada kita supaya harta itu bermanfaat bagi diri sendiri dan juga bermanfaat bagi orang lain. Harus dibelanjakan dijalan yang diridlai oleh Allah S.W.T. juga jangan digunakan bila tidak bermanfaat.

1.                  Pinjam Meminjam

Pinjaman atau ‘ariyah ialah memberikan suatu benda kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak meminta bayaran, dengan syarat bahwa benda yang dipinjam itu segera dikembaikan menurut ketentuan dan janjinya, dalam keadaan utuh seperti sebelum dipinjam.

Meminjamkan suatu benda kepada orang lain itu sunnah hukumnya, karena yang demikian berarti memberi pertolongan kepada orang lain yang membutuhkannya, dan tentunya akan mendapatkan pahala dari Allah S.W.T. bila disertai hati yang ikhlas.

Adakalanya meminjami itu hukumnya haram, seperti meminjami uang untuk berjudi. Nabi Muhammad S.A.W. sendiri pernah pinjam baju besi dalam perang Hunain, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.

Rasulullah S.A.W. bersabda :
-
Artinya :”Allah akan menolong hamba-Nya, selama hamba itu mau menolong kepada temannya (sesamanya)”. (H.R. Muslim).

Kewajiban orang yang meminjam ialah mengembalikan dalam keadaan utuh. Apabila merusakkannya atau menghilangkannya, dia wajib menggantinya, dan meminta relanya serta meminta maaf kepada orang yang meminjami tersebut.

Rukun ‘ariyah yaitu:

  1. Orang yang meminjamkan
  2. Yang meminjam
  3. Benda yang dipinjamkan
  4. Perjanjian

2.                  Sewa Menyewa

Menyewakan atau ijarah ialah menyerahkan sesuatu kepada orang lain, untuk diambil manfaatnya dengan syarat memberi imbalan sebagai ganti manfaat yang telah diperoleh. Menyewakan itu mengenai benda kasar, maupun benda halus yakni berupa tenaga atau jasa, kedua-duanya diperbolehkan oleh syara’.

Misalnya saja menyewa rumah untuk ditinggali, menyewakan kebun, alat rumah tangga, dan lain sebagainya, dengan pembayaran yang telah ditentukan. Begitu juga menjadi pegawai yang menjadi tukang mengambilkan air. Termasuk pula menyusui anak orang lain dengan mendapat bayaran. Semuanya itu dperbolehkan.

Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya :”Dan apabila kamu menghendaki menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak berdosa bagimu, apabila kamu memberikan sesuatu kepada mereka sebagai upahnya dengan cara yang baik”. (Q.S. Al baqarah : 233).

Rukun ijarah yaitu :

  1. Yang menyewakan
  2. Yang menyewa
  3. Manfaat yang diambil
  4. Upah (pembayaran)

Hendaklah manfaat itu ditentukan, begitu juga soal pembayarannya, sebagai ganti manfaat yang telah diambil itu harus ditentukan pula serta dipenuhi. Perlu dipahami bahwa sewa menyewa yang ditujukan ke perbuatan maksiat maka hukumnya haram dan berdosa besar.










3.                  Harju

Harju atau Al Harju ialah larangan membelanjakan harta. Larangan ini dilakukan oleh wali atau hakim, terhadap orang tertentu, karena adanya sebab yang mengharuskan demi kemaslahatan dan kebaikan. Maksudnya, apabila dipandang perlu maka wali atau hakim berhak melarang membelanjakan harta terhadap orang-orang tertentu.

Larangan ini ditujukan kepada enam golongan, yakni :
  1. Anak kecil (yang belum baligh), apabila dikhawatirkan tertipu dan lain sebagainya.
  2. Orang gila. Karena orang gila sehingga kalau dilarang membelanjakan hartanya itu, dikhawatirkan segera habis dan sebagainya.
  3. Pemboros atau safih. Pemboros yang luar biasa, sehingga tidak dapat memegang harta dan tidak mengenal hitung yang akan mengakibatkan kemubadziran harta, karena akan jatuh miskin maka diadakan larangan itu.
  4. Orang yang terlalu banyak hutang, karena dikhawatirkan tidak akan membeyar hutangnya.
  5. Hamba sahaya. Tidak boleh membelanjakan harta tuannya kecuali dengan seizinnya.
  6. Orang yang sakit parah. Tidak boleh membelanjakan hartanya untuk kepentingan wasiat maupun lainnya lebih dari sepertiga hartanya. Karena dikhawatirkan akan habis hartanya sehingga tidak ada yang ditinggali warisannya.

Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Yang artinya :”Dan janganlah kamu memberikan orang-orang safih (pemboros) harta yang telah dijadikan oleh Allah sebagai penghidupan yang pokok, dan berilah mereka rizki dan berilah mereka pakaian dan berkatalah terhadap mereka dengan perkataan yang baik”. (Q.S. An Nisaa’ : 5).

4.                  Petaruh (Wadi’ah)

Petaruh atau wadi’ah ialah menyerahkan sesuatu kepada orang lain untuk dititipkan, untuk dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. Menitipkan itu diperbolehkan menurut syara’, sedangkan orang yang dititpi yang dapat memelihara titipan itu dengan sebaik-baiknya termasuk mendapat pahala karena termasuk menolong terhadap sesame yang hukumnya sunnah.


Orang  yang dititipi tersebut, tidak wajib mengganti apabila ada kerusakan pada benda yang dititipkan, kecuali apabila dia sendiri yang merusakkannya, dia dibolehkan memakai barang tersebut dengan seizi yang menitipkan.

Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya :”Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar kamu mendatangkan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (Q.S. An Nisaa’ : 58).

Rasulullah bersabda :
-
Artinya :”Barang saiapa yang dititipi suatu titipan maka tidak wajib baginya mengganti”. (H.R. Ibnu Maajah).

Rukun wadi’ah yaitu :

  1. Barang yang dititipkan
  2. Orang yang menitipkannya
  3. Yang menerima titipan
  4. Perjanjian

5.                  Riba

Riba menurut lughat artinya bertambah, riba yang lazim menurut istilah syara’ ialah tukar menukar suatu benda dengan benda lain disertai aqad antara dua orang, tidak diketahui sama atau tidaknya, yang berarti ada tambahan yang tidak diperboelhkan oleh syara’, meskipun penerimaan tambahan tersebut tidak seketika. Riba itu termasuk sesuatu yang dilarang dan haram hukumnya.

Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya :”Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q.S. Al Baqarah : 275).

Disebutkan dalam hadits dari Jabir ia berkata :
-
Yang artinya :”Rasulullah S.A.W. melaknati orang yang makan harta riba, yang menyerahkannya, dua orang yang menulisinya dan dua orang saksinya, dan beliau bersabda : mereka itu keadaannya sama saja”. (H.R. Muslim).
Berdasarkan Hadits diatas, jelaslah bahwa meribakan itu termasuk dosa besar, terbukti bahwa dosanya tidak hanya khusus bagi orang yang meribakan itu sendiri, melainkan menjalar kepada semua orang yang termasuk di dalamnya.

Riba itu ada beberapa macam :

a.    Riba fadl-lin. Ialah apabila tukar menukar itu sama jenisnya, misalnya emas dengan emas, perak dengan perak maka keduanya harus sama timbangannya, bila berlebih salah satunya, maka itu disebut riba fadl-lin.
b.   Riba nasi-ah. Ialah apabila tukar menukar itu dengan mengakhirkan pembayarannya dan diisyaratkan memberi tambahan, maka tambahan itu disebut riba nasiah. Misalnya membeli kacang satu kwintal dalam musim hujan, kemudian akan dibayarnya pada musim panas dengan satu setengah kwintal.
c.    Riba qardlin. Ialah riba yang ada hubungannya dengan hutang, sehingga dalam pembayarannya itu disyaratkan dengan tambahan, maka tambahan itu dinamakan riba qardlin.

6.                  Mubadzir dan Israf

Mubadzir

Memubadzirkan harta atau At Tabdzir ialah membuang-buang harta demi kepentingan yang tidak berguna dan pemborosan yang luar biasa adalah dilarang dan haram hukumnya dalam pandangan agama Islam. Sebab yang demikian itu berarti telah menjatuhkan diri dalam kerusakan dan kesengsaraan.

Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Yang artinya :”Dan janganlah kamu memubadzirkan harta dengan sungguh-sungguh mubadzir, sesungguhnya orang-orang yang memubadzirkan harta adalah saudara syaitan, sedangkan syaitan itu kufur terhadap Tuhannya”. (Q.S. Al Israa’ : 27).

Israf

Israf atau Al Israf ialah melampaui batas dalam hal apa saja, dan berlebih-lebihan. Israf juga termasul hal yang dilarang dalam agama Islam, sebab yang demikian itu akan menjatuhkan diri kedalam kebinasaan dan kerusakan.

Berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam hal apa saja baik dalam hal makan, minum dan sebagainya, adalah tercela dalam pandangan agama Islam.

Disebutkan dalam Al Qur’an :
-
Artinya :”Dan makanlah kamu dan minumlah kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang-orang yang melampaui batas”. (Q.S. Al A’raaf : 31).

7.                  Jaminan
Jaminan (boreg) atau Ar Rahmu ialah menyerahkan barang yang berharga kepada orang lain, sebagai jaminan (tanggungan) atas hutang yang diperoleh dari padanya, dan barang tadi akan diambil setelah membayar hutangnya tersebut.

Tanggungan atau jaminan (boreg) itu diadakan bila satu sama lain tidak saling mempercayai. Jadi barang tadi diberikan hanya sebagai tanggungan saja, untuk menguatkan atas hutangnya.

Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya :”Dan jika kamu dalam keadaan bepergian sedangkan tidak ada yang menulisi hutang, maka hendaklah kamu menyerahkan tanggungan yang dipegang (orang yang memberi hutang)”. (Q.S. Al Baqarah : 283).

Dalam Hadits riwayat Anas disebutkan :
-
Yang artinya :”Sesungguhnya Nabi S.A.W. menyerahkan baju besi untuk tanggungan atas pinjamannya sebanyak tigapuluh sha’ gandum kepada seorang yahudi yang bernama Abu Syahmin”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari Hadits tersebut, kita dapat mengambil inti sari, bahwa dalam soal muamalat, tidak ada halangannya saat kita jual beli, pinjam-meminjam dan lain sebagainya dengan siapa saja, walaupun dengan orang yang berlainan agama atau seorang yahudi sebagaimana disebutkan dalam Hadits.




Dalam soal jaminan atau tanggungan itu harus ada :

a.      Ijab dan qabul diantara kedua belah pihak
b.      Yang menyerahkan tanggungan
c.       Yang menerima tanggungan
d.      Benda yang ditanggungkan
e.      Hutang yang ditentukan





Jika saudara ingin mengunduh filenya secara lengkap, bisa diunduh di sini


Sekian yang bisa saya ketik untuk anda semua. Kalau ada kesalahan kami mohon untuk dimaafkan, dan kalian bisa melontarkan komentar anda di bawah ini. Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar