Mengurus
Anak Yatim
1. Sikap Terhadap Anak Yatim
Islam adalah agama yang
mementingkan pula soal kemasyarakatan. Menganjurkan agar manusia saling
tolong-menolong meringankan beban hidup. Memberi pertolongan kepada orang yang
menderita atau sedang dirundung malang adalah besar sekali pahalanya.
Lebih-lebih terhadap anak yatim,
yang telah ditinggal oleh ayahnya, dan apalagi yang telah yatim piatu, karena
ibunya juga telah kembali ke Rahmatullah. Maka terhadap anak yatim ini haruslah
diberi pertolongan. Perlu ada orang yang mau mengurusi hal makannya, minumnya,
pendidikannya dan lain sebagainya.
Anak yatim itu patut untuk
dikasih sayangi, dan diurusi karena kalau tidak mereka akan relantar
segala-galanya, dan terlantar pula tentang pendidikannya. Akhirnya akan menjadi
anak yang menjadi beban masyarakat. Tidak karuan hidupnya, jadi anak yatim itu
tidak boleh dihardik dan disia-siakan. Siapa tahu kelak ketika mereka sudah
dewasa, dan telah mendapat didikan ilmu yang baik, akhirnya menjadi orang
berilmu yang berguna hidupnya bagi masyarakat.
Orang yang mau mengurusi segala
kebutuhan anak yatim benar-benar orang yang berjasa, dan akan memperoleh pahala
dari hadirat Allah S.W.T.
Dalam Al Qur’an disebutkan:
-
Artinya :”Adapun anak yatim maka
janganlah engkau menghinakannya. (Q.S. Adl Dluha :9).
2. Memelihara Anak Yatim
Dalam Al Qur’an disebutkan :
-
Artinya :”Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah
olehmu membaiki mereka itu lebih baik, dan jika kamu mencampuri urusan mereka,
maka mereka itu menjadi saudaramu seagama, sedangkan Allah S.W.T. mengtahui
orang yang berbuat kerusakan daripada yang berbuat baik”. (Q.S. Al Baqarah :
220).
Dalam kitab-kitab tafsir
disebutkan, bahwa:
Abdullah bin Rawahah dan kawan-kawannya menanyakan kepada Nabi Muhammad
S.A.W. tentang apakah boleh mencampuri urusan anak yatim dalam hal makan,
minum, tempat tidur maupun harta bendanya, sebab mereka itu menjadi wali dari
anak yatim tersebut. Karena setelah turun ayat yang melarang untuk makan harta
anak yatim dengan tidak semestinya, maka mereka menjadi enggan dan tidak mau
mengurusi anak yatim tersebut, kemudian turunlah ayat diatas yang menyatakan
bahwa :
Mencampuri urusan anak yatim,
memelihara dan mengurusi hidup dan kehidupan mereka adalah lebih baik daripada
menjauhi mereka. Sebab anak yatim itu belum dapat berdiri diatas kaki sendiri,
bahkan mereka membutuhkan bimbingan, asuhan dan pemeliharaan tentang hal
makanannya, minumannya, memelihara hak miliknya, lebih-lebih ,engenai hal
pendidikannya dan keagamaannya.
Dan orang yang mencampuri urusan
anak yatim dengan tidak semestinya, yang demikian adalah berdosa dan haram
hukumnya. Sebaliknya orang yang benar-benar dengan niat ikhlas ingin menolong
anak yatim tersebut, akan mendapat pahala dari Allah S.W.T.
Kalau sekiranya yang mengurusi
anak yatim tersebut adalah orang miskin, maka ia boleh makan harta dari anak
yatim tersebut sepantasnya, sebagai imbalan atas jerih payah didalam
mengurusinya. Oleh karena itu, memelihara anak yatim itu termasuk Fardlu
Kifayah. Demikianlah menurut pendapat segolongan Ulama.
Jika saudara ingin mengunduh filenya secara lengkap, bisa diunduh di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar